Beberapa waktu lalu gua menemukan satu potongan video yang bikin gua merenung cukup lama. Di video satu menit itu ada sosok yang tampak bijak, sedang menanggapi Q&A dengan audiens. Gua coba recall obrolannya, kira-kira begini:
(English)
A (Audiens): “I have a question. I have a tendency to get angry..”
W (Wiseman): “You have a what?”
A: “I said, I have a tendency..”
W: “You don’t have tendencies, you don’t have habits, you don’t have patterns, once you know you have them. You’re making choices. A tendency is something you do but you don’t know you’re doing. Once you know it’s there, its not a tendency. It’s a choice. Your definition of a tendency (or habit) is what allows you to keep continuing the habit. You think you need to go through a certain special process to stop the habit. When in fact, the discovery of the habit is the end of the process. The habits gone once you realize it’s there.”
___
(Indonesian)
A (Audiens): “Saya ada pertanyaan. Saya punya tendensi marah-marah..”
W (Wiseman): “Kamu ada apa?”
A: “Saya ada tendensi..”
W: “Kamu ga punya tendensi, kamu ga punya kebiasaan. Tendensi adalah sesuatu yang kamu lakukan tanpa sadar. Ketika kamu sadar dia ada, dia bukan lagi tendensi. Dia adalah pilihan yang kamu buat. Definisi kamu soal tendensi & kebiasaan lah yang bikin kamu terus melanjutkan tendensi & kebiasaan itu. Kamu merasa kamu harus melalui sebuah proses khusus untuk bisa menghentikan kebiasaan ini. Padahal kenyataannya, ketika kamu menyadari kebiasaan itu, prosesnya telah selesai. Kebiasaan itu sudah berhenti, ketika kamu menyadari kehadirannya.”
___
Let’s dissect this.
Sekilas, terdengar seperti kata-kata super bijak, iya enggak?
Iya, karena (1) di video doi punya panggung, kita melihatnya sebagai figur otoritas (2) kalimatnya terstruktur (3) public speaking skill-nya bagus (4) pesan yang disampaikan counter intuitive, sehingga terdengar menarik. (5) wow, ada 15K likes dan 1.1M views. But, it’s not a complete picture ..
Dari pengalaman gua & banyak riset di luar sana, mengubah habit memang dimulai dari self-awareness. Mengakui adanya habit buruk sehingga secara ‘sadar’ kita bisa mengambil pilihan ke arah habit baik. Sampai sini, selaras..
Yang perlu kita cek lebih lanjut dari statement di atas adalah … seberapa besar peran pikiran sadar? Nyatanya, pikiran bawah sadar mengendalikan lebih dari 90% keseharian kita. Ada satu journal yang dipublish oleh Cambridge di 2015 dan bikin pemahaman conscious (sadar) vs. unsconscious (bawah sadar) ini lebih mudah dipahami. Namanya, Passive Frame Theory
Bayangkan seorang CEO yang kerjaannya hanya melakukan review singkat lalu tanda tangan di bagian yang sudah di label “Please Sign Here”. Sementara, 90% pekerjaannya dilakukan oleh ratusan timnya yang sudah menggodok data, brainstorm solusi, melakukan review sesuai framework kerja, sampai akhirnya ketemu keputusan akhir. Dalam konsep Passive Frame Theory, pikiran sadar kita adalah si CEO, dan pikiran bawah sadar kita adalah si ratusan anggota tim. Nangkep ya?
Kalau lo orang yang visual, mungkin ini akan lebih membantu:
Source: https://www.newscientist.com/article/mg23931880-400-lifting-the-lid-on-the-unconscious/
Pertama, perhatikan posisi habit, sebagian besar bekerja di pikiran bawah sadar. Sesuai pemaparan Wiseman di atas, ketika kita menyadarinya, kita jadi bisa mengaktivasi tekad (willpower) & pengambilan keputusan yang bijak (decisions) untuk mengubah ini. Sampai sini … selaras. Makanya penting belajar mindfulness, untuk bisa jeda sesaat, mengambil alih ‘kesadaran’, lalu kita jadi bisa mengambil pilihan habit yang lebih bijak.
Yang kedua, perhatikan posisi emotions & long term memory. Nah, ini perspektif yang bisa melengkapi si Wiseman. Selama tiga bulan terakhir gua mengambil sertifikasi psikologi, secara spesifik, di hipnoterapi. Dari pembelajaran 110 jam & praktek, gua semakin memahami cara kerja pikiran bawah sadar. Allow me to share one lesson that resonated with me the most:
“Every emotion needs an expression..”
Di ruang terapi, gua menemukan klien yang punya kebiasaan buruk karena ada emosi negatif yang nempel dengan kebiasaan itu di masa lalu. Masa lalu di sini, bisa mundur sampai kejadian di usia 7 tahun atau bahkan lebih awal lagi. Kemudian, memori ini seringkali hanya bisa diakses oleh pikiran bawah sadar dalam kondisi hipnosis (kondisi sadar tapi rileks dan fokus). Ketika kita bisa memproses emosi negatif di kejadian ini menjadi netral, perubahan mulai terjadi. Habit buruk ini mulai lepas, dan klien memulai habit yang lebih baik.
Ini contoh dari salah satu klien. What a joy to see this..
Obrolan Audience & Wiseman di atas menjadi momen pembelajaran yang penting buat gua. Karena gua tidak sekadar menelan mentah-mentah sebuah pesan dari figur otoritas. Gua memilih mencernanya lebih lanjut. And I suggest you to do so when it comes to social media. Bonusnya, jadi sharing yang juga bisa bermanfaat buat teman-teman The Compound Club di sini.
TL;DR:
There’s a vast amount of knowledge in the world, and multiple ways to solve a problem. Sekarang, gua lebih terlatih critical thinking. Gua juga melihat problem yang berhubungan dengan habit & behavior manusia lewat kacamata yang lebih lengkap. Science, yes! Mindset, yes! Psikologi, yes! Buat temen-temen yang selama ini bergumul ngeberesin habit dan udah coba berbagai cara, tapi ga works, maybe.. just maybe.. your solution is a session with a therapist.
It’s an open discussion, let’s continue in the comment section below.
3 Responses
Menarik sekali pembahasannya. Kalau bisa disimpulkan merubah habit itu ada yang bisa dengan (1) kesadaran/willpower & decision tapi ada juga yang lebih dari itu, (2) butuh penggalian lebih dalam untuk menemukannya, baru kemudian label negatifnya diubah ke netral supaya habitnya bs berubah..Pertanyaannya untuk case kedua itu habit seperti apa yang butuh observasi dan penggalian lebih dalam… Thank you
Thanks for sharing, Koh Ruby…menarik sekali apalagi dgn sharing soal perubahan habits start dari self-awareness….utk hypnotheraphy sendiri, apa prakteknya itu start dari sendiri?
Ada pelatihan yang memang mengajarkan self-hypnosis, tapi aku ga saran. Karena (1) Mahal (2) Butuh waktu untuk bisa menguasai skillnya. Kalau pengen beresin isu mental & behavior, terutama soal habit, lebih mudah, praktis, dan murah langsung book sesi dengan hipnoterapis. Saran saya, cari yang lulusan AWGI (Adi W. Gunawan Institute). Satu sesinya mulai dari 750K klo gak salah. 3-4 jam, biasanya tuntas 1 sesi.