Insert : Margin

by

on

Insert Margin Fellexandro Ruby Blog

Seringkali, ketika kita nyusun to-do list, masukin schedule ke dalam Google Calendar, kita berasumsi bahwa segala sesuatu akan berjalan lancar sesuai rencana kita. My question, do things ever goes smooth 100% of the time? Most probably not.

Bahkan, kadang kita terlalu fokus memaksimalkan setiap menit & jam dari hari kita, sampai kita lupa ada hal-hal yang ‘by default’ harus dikerjakan. Di situasi pandemi ini apa lagi. Nyuci piring, beberes rumah, ngurus laundry, terima paket, nyiram tanaman, nemenin anak sekolah online, nelpon ngecek kondisi nyokap, ngangkat jemuran, masak buat istri. Semua kegiatan rutin ini, kemungkinan besar enggak kita masukin dalam schedule kita kan? Kalaupun iya, apakah kita secara sadar menakar energi kita yang terpakai di setiap kegiatan ini?

Insert : Margin. Sebuah konsep yang lahir dari hasil ngobrol dengan salah satu mentor gua, dan ternyata ada buku dengan judul sama. Gua sikat juga. Baca, praktekkin dan cukup membantu gua menjalani hari dengan less anxious, terutama ketika segala sesuatu tidak berjalan seperti yang gua bayangkan.

Mar-gin (ˈmärjən) :

(1) the edge or border of something

(2) room to spare, room to maneuver

Ketika lo dan gue menyiapkan hari-hari kita, it’s okay untuk memulai dengan harapan baik, tapi kita perlu sadar, akan ada anomali, akan ada hal-hal yang tidak terduga. Otherwise, we easily get anxious when it happen.

Dalam perjalanan, ban bisa bocor. Delivery makanan, bisa telat. Tim kita bisa ga enak badan. Internet bisa down. Konflik sama pasangan bisa muncul.

Hadirnya margin, membuat kita memberikan buffer waktu & energi untuk bermanuver.

Izinkan 1-2 jam setiap hari sebagai margin. Kalau sesuatu terjadi di luar skenario, kita bisa bilang “It’s okay, I have an hour margin.” Kalau tidak terpakai, gunakan sebagai masa selah atau rehat di antara kegiatan kita.

Izinkan energi kita recharge antara satu aktivitas ke aktivitas berikutnya. Layaknya menggunakan handphone saat baterai full & saat baterai sisa 7%. Kalau lagi full, kita akan all out, hajar bleh. Multitask, sambil buka 5 app sekaligus. Kalau sisa sedikit, kita tidak akan bisa memberikan terbaiknya kita, kita cuma bisa mikir ‘survival’, berhemat energi supaya ga tumbang. Barely enough to get through. Have we been running on low battery? Kalau iya, coba insert margin. Mau berapa kali dalam sehari, dan berapa lama? Gua percaya, lo paham diri lo lebih baik, daripada gua.

Be mindful, ini bukan tiket gratis untuk lantas bermalas-malasan. Kalau lo dasarnya pemalas, tulisan ini bukan buat lo. Tulisan ini buat mereka yang berusaha bekerja keras untuk produktif bahkan di saat pandemi.

Margin, kalau ditarik lebih jauh, juga berarti, kita enggak lagi memaksakan untuk squeeze out the best juice out of every minute, every hour beyond our physical and mental capacity.

Lebih jauh lagi, gua juga mempertimbangkan untuk insert margin dalam konteks minggu, bulan, tahun, atau bahkan lifetime. Bisa jadi, tahun ini, 2020, adalah tahun margin-nya lo dan gue. Dengan menyadari ini, apakah lo akan menggunakaan standar persentase pertumbuhan income yang sama dengan tahun-tahun sebelum pandemi? Dengan menyadari ini, apakah lo akan menjalani tahun ini dengan cara yang sama dengan sebelum pandemi?

Smile on, shine on,

Fellexandro Ruby

PS: Thank you kak Alvi for the inspiring talk on this.


Thanks for reading!
Kalau tulisan ini ngena buat lo, share ke orang-orang yang lo rasa butuh baca ini juga. One act of kindness can have a huge ripple effect. ♥️

Kalau lo suka inspirasi seperti ini, gua share bite-sized daily thoughts di:
Instagram | Twitter 

about this post

5 Responses

  1. Thanks mas Ruby untuk angkat topik ini. Terkait margin di sini, apakah modelnya fluid, jadi pada praktisnya lebih ke margin untuk bisa difungsikan sebagai suatu hal yang bisa kita manfaatkan dengan sesuatu/aksi yang lain namun tetap mendukung harapan/tujuan yang sudah ditentukan bahkan bisa jadi margin kelegowoan atau “space” keikhlasan yang harus selalu ada? Atau lebih ke margin yang selalu ke arah “aksi manuver” karena situasi dan kondisi tidak sesuai ekspektasi?

    1. Hi Mas Pandu, thank you for the question. Saya juga sempat memikirkan hal ini. Buat saya yang terutama adalah “peace of mind”. Karena biasanya, rasa panik, atau anxious ini yang paling menganggu saya, kalau sesuatu tidak sesuai ekspektasi. Tapi “peace of mind” ini juga hadir karena ada hal praktis atau meminjam bahasanya Mas Pandu “manuver”. Case : Saya kemarin coaching sama orang yang harusnya sejam, jadi extend dua jam, karena casenya berat. Nah, saya udah siapin margin +1 jam dari awal, karena sudah bersiap kalau casenya berat. Kalau enggak kepake, saya akan gunakan untuk kegiatan lain. Jadinya, selama sesi coaching kemarin, saya juga ga anxious walaupun molor, dan yang saya coach juga puas.

      1. Terima kasih untuk jawabannya Mas Ruby. Harus sering latihan dari pengalaman sebelumnya ya berarti supaya kehadiran marginnya bisa diprediksi dengan tepat

  2. Hai Kak! Saya masih followers baru kira kira 1 bulan. Kindly I want to ask, what app do you use to schedule your day? And when you make those schedules, do you make it a day before or on every week scheduling? Thankyou

Write your comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like..

Productivity, Self Development, The Compound Club

TCC #1: What Gets Measured, Gets Improved

20 Mar 2024

Productivity, Self Development, The Compound Club

TCC #1: What Gets Measured, Gets Improved

20 Mar 2024

Self Development

You Don’t Want To Be An Entrepreneur

4 Aug 2017

Self Development

You Don’t Want To Be An Entrepreneur

4 Aug 2017

Financial Literacy, Self Development

Passion vs. Money : Ending The Debate

14 Sep 2020

Financial Literacy, Self Development

Passion vs. Money : Ending The Debate

14 Sep 2020